Sumut || jtsi.or.id ||
Berhentinya polemik di pemilihan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumut Periode 2021-2024 dengan cara pimpinan dewan harus lakukan kocok ulang dan dengan kocok ulang ini juga dipastikan akan mendinginkan kisruh KPID Sumut yang sudah memanas belakangan ini, maka penasehat hukum dari 8 calon anggota KPID Sumut, Ranto Sibarani SH minta pimpinan DPRD Sumut memperhatikan beberapa hal penting untuk menjadi bahan pertimbangan mereka membuat keputusan.
Pertama, soal temuan terbaru mereka tentang adanya calon anggota KPID Sumut bernama Mekar Sinurat SH, merupakan pengurus partai aktif yang diloloskan hingga menduduki posisi cadangan pertama. Hal ini tentu saja mencederai proses seleksi dan hasil keputusan dari pimpinan dewan jika tetap berencana memasukkan nama tersebut.
"Ini temuan yang terbaru kita. Mekar Sinurat itu pengurus parpol berdasarkan SK DPP Partai Nasdem Nomor 330-Kpts/DPP-Nasdem/VII/2020 tentang Pengesahan Susunan Pengurus DPD Partai Nasdem Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara periode 2020-2024 yang ditetapkan di Jakarta pada 24 Juli 2020 dan diteken Ketum DPP Partai Nasdem Surya Paloh dan Sekjen Johnny G. Plate," papar Ranto kepada awak media ini, Senin (18/4/2022) siang.
Kedua, mengenai dua orang petahana, yakni Muhammad Syahrir dan Ramses Simanullang yang jelas-jelas dinyatakan oleh Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumut cacat hukum.
Sebab, SK perpanjangan mereka yang tidak sah karena tidak diterbitkan oleh Gubernur Sumut.
"Ombudsman sudah mejelaskannya kemarin dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP). Temuan maladministrasi itu berupa terbitnya surat Sekdaprov Sumut Nomor : 800/8211 tertanggal 12 Agustus 2019, yang memperpanjang masa jabatan komisioner KPID Sumut dari periode 2014-2019," ungkap pengacara berkepala plontos itu mengingatkan.
Melihat dua fakta ini, kecurigaan Ranto semakin kuat bahwa lolosnya nama Mekar dan langgengnya dua nama megaku petahana merupakan kesepakatan politik agar tiga nama titipan dari oknum anggota Komisi A ini tidak diusik.
Untuk itu, Ranto mendesak agar mempertimbangkan temuan mereka ini dan menjadikan LAHP Ombudsman Sumut guna menyelamatkan wajah DPRD, dan paling penting menjauhkan legislator yang terlibat di dalamnya terjerat masalah hukum di kemudian hari.
“Jika hasil keputusan pimpinan Dewan juga tidak memuaskan dan tidak mengabaikan temuan-temuan ini, dan main kekerasan politik lagi, kami akan gugat ke PTUN, meminta pihak Diktrimsus Polda menyurati Gubernur agar tidak melantik 7 komisioner terpilih karena ada 2 diantaranya sedang tahap lidik atas dugaan penggunaan anggaran negara secara tidak sah,” tegas Ranto.
Mewakili kliennya, Ranto merekomendasikan untuk diberlakukannya kocok ulang terhadap nama calon komisioner KPID Sumut yang tersisa, dan menghapus 3 nama calon bermasalah tersebut dari bursa seleksi.
"Ini harga mati agar keputusan pimpinan Dewan nanti tidak terperosok menjadi perbuatan melawan hukum, sebelumnya jelas dipaparkan terkait indikasi tindakan pelanggaran UU Tipikor, bahwa selama ini komisioner KPID Sumut (petahana) dalam mengklaim keuangan negara dan program kerja berdasarkan lembaran surat menyurat yang diberikan mantan Sekda Sabrina, itu bukan payung hukum dalam menggunakan keuangan negara, maka jika pimpinan dewan melakukan kocok ulang, itu sangat tepat dan bijaksana" pungkasnya mengakhiri. (jtsi bram)
0 comments:
Posting Komentar